11/05/2015

Hukum Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Islam (Makalah)

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 
Dalam era globalisasi hak kekayaan intelektual (HAKI) menjadi issu yang menarik untuk dikaji karena perannya yang semakin menentukan terhadap laju percepatan pembangunan nasional suatu negara di dunia.Dalam kaitan ini era globalisasi dapat dianalisis dari dua karakteristik dominan.Pertama, era globalisasi ditandai dengan semakin  terbukanya secara luas hubungan antar bangsa dan antar negara yang didukung dengan transparansi dalam informasi.Dalam kondisi tranparansi informasi yang sedemikian itu, maka kejadian atau  penemuan di suatu belahan dunia akan dengan mudah diketahui dan segera tersebar ke belahan dunia lainnya. Hal ini membawa implikasi, bahwa pada saatnya segala bentuk upaya penjiplakan, pembajakan, dan sejenisnya tidak lagi mendapatkan tempat dan tergusur dari fenomena kehidupan bergagai bangsa. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCs-wzNrk_eQvnUif29stCH0RCGMTgsTLoI5WQQcaVQc2x23o-eYAL8eDD4_HhY7DrkfP_CUSY2Rlo3YWzMqaQKFwHHKitP5BZuW_RwS3b8UdemLq7WuQmCs1wG866bu72k5c2YXpQWqk/s1600/uploads--1--2014--02--43951-anak-indonesia-bangga-budaya-bangsa-terbelakang-dalam-perlindungan-kekayaan.jpg
Source:ilmiichwanul.blogspot.com
Kedua, era globalisasi membuka peluang semua bangsa dan Negara di dunia untuk dapat   mengetahui potensi, kemampuan, dan kebutuhan masing-masing. Kendatipun tendensi yang mungkin terjadi dalam hubungan antar Negara didasarkan pada upaya pemenuhan kepentingan secara timbale balik, namun justru Negara yang memiliki kemampuan lebih akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Bertolak pada dua hal tersebut, upaya perlindungan terhadap HAKI apapun brntuknya sudah saatnya menjadi priorotas dan kepedulian semua pihak agar tercipta kondisi yang mendukung bagi tumbuh kembangnya kegiatan inovatif dan kreatif yang menjadi syarat bats dalam menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi dalam segala bidang.
Untuk itu dengan sendirinya diperlukan adanya perangkat hukum   yang memadai sehingga ke depan untuk lebih menyesuaikan pengimplementasian TRIPs maka Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) 1997 yang sebelumnya berlaku perlu dicabut dan diganti. 
Karena itu untuk memenuhi kebutuhan hukum ini, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta yang diberlakukan sejak 29 Juli 2003 telah resmi sebagai payung hukum atas kekayaan intelektual manusia di Indonesia, khususnya di bidabg hak cipta.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah mengenai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan kaitannya dengan syariah Islam, memuat 2 point :
1.      Apa yang dimaksud dengan HAKI dan bagaimana sejarah HAKI dibentuk?
2.      Apa fungsi dan sifat Hak cipta?
3.      Apa prinsip-prinsip Dasar dan Cakupan HAKI?
4.      Bagaimana Undang-Undang Hak Cipta dipandang dalam perspektif Islam?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini, di antaranya :
1.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan HAKI di Indonesia
2.      Untuk mengetahui bagaimana  Hak cipta dipandang dari  perspektif  Islam (syariah).
3.      Untuk mengetahui prinsip dasar, fungsi, sifat, dan cakupan Hak Cipta.
1.4 Manfaat
Sebagai referensi baik untuk para pelaku usaha, pakar hukum, dan khususnya mahasiswa fakultas hukum untuk mendalami atau memahami HAKI.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Hak Cipta: Pengertian dan Sejarah Singkat
Istilah Hak Cipta diusulkan pertama kalinya oleh Prof.St.Mooh.Syah, S.H. pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 (yang kemudian diterima oleh kongres tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan darti istilah bahasa Belanda Auteurs Rechts
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam undang-undang hak cipta yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian Hak Cipta  adalah “Hak eksklusif bagi pencipta atau pnerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
Sebagai bahan pembanding dalam pengertian hak cipta, terdapat pengertian lain yaitu pengertian hak cipta menurut Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Conventio. Menurut Auteurswet 1912 pasal 1-nya menyebutkan, “Hak cipta adalah hak tunggal dari pada pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan menurut Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan bahwa, “Hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan member kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.
Dari berbagi pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya hak cipta adalah suatu hak penuh yang dimiliki oleh pencipta untuk melakukan atau tidak melakukan dalam mempublikasikan ciptaannya. Sehingga secara otomatis si pencipta memperoleh perlindungan hokum perundang-undangan hak cipta, sekalipun tanpa melakukan pendaftaran terlebih dahulu. Otomatisasi inilah sekaligus yang membedakan ntara hak paten dan hak merek.
Berkenan dengan cara perolehan, luas bidang, dan pemakaian Hak Milik Intelektual (HMI) ditentukan di dalam agreement tentang “Trade Related Aspect of Intellectual Property Right” atau disingkat sebagai TRIPs. Di dalamnya diatur masalah-masalah HMI seperti hak paten, hak cipta, hak merek dagang, hak-hak dari penyelenggara (performers) dan producers dari pada rekaman suara (sound recording).
Persetujuan tentang aspek-aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang terkait dengan perdagangan ( Trade Related Aspect of Intellectual Property Right; TRIPs) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The world Trade Organization) telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1994. Implikasinya, bahwa Indonesia harus melakukan harmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya.
Adapun sasaran yang ingin dicapai oleh TRIPs adalah terpacunya penemuan baru di bidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi, dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan social dan ekonomi, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern dengan maksud agar para intelektual Indonesia bias memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalty. Selanjutnya pada tahun  1982, pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang hak cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1987, Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
2.2  Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Dalam pasal 1 ayat 1, telah dijelaskan bahwa, “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Tegas-tegas dinyatakan adanya hak eksklusif yang dimiliki pencipta. Dialah satu-satunya pemilik hasil ciptaannya. Oleh karenanya, terdapat dua unsure. Pertama, Hak yang dapat dipindahkan,dialihkan kepada pihak lain.Kedua, Hak moral yang biar bagaimanapun, dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumka nama sebenarnya atau nama samara dan mempertahankan keutuhan, dan integritas karyanya).
Tujuan pengalihan hak itu ialah mengumumkan dan memperbanyak hasil ciptaan itu. Mengumumkan mengandung juga pertunjukkan. Apabila dijalankan dua kali atau lebih, dapat juga dikatakan memperbanyak. Lazimnya yang dimaksudkan dengan memp[erbanyak ialah menerbitkan karya itu dalam bentuk buku, brosur, atau pamphlet. Pikiran dan isi hati nurani, ide, dituangkan ke dalam bentuk tertentu. Yang dilindungi oleh undang-undang dan hukum ialah bentuk itu.
2.3  Prinsip-prinsip Dasar dan Cakupan Hak
Ada beberapa prinsip dasar hak cipta, yang secara konseptual digunakan sebagai landasan bagi semua Negara, baik yang mengatur Civil Law maupun Common Law untuk  mengatur perlindungan hokum hak cipta. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1)      Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah terwujud dan asli.
Salah satu prinsip yang paling fundamental dari perlindungan hak cipta adalah konsep bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan misalnya buku, sehingga tidak berkenaan atau tidak berurusan dengan substansinya.
2)   Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis).
Suatu hak cipta eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam suatu bentuk yang terwujud. Namun demikian, akna lebih berguna jika pada waktu pengumuman dicantumkan nama atau identitas pencipta pada ciptaannya.
3)                  Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta.
Setiap orang yang mampu menghasilkan suatu karya (ciptaan), maka ciptaan tersebut tidak perlu diumumkan seperti pada prinsip kedua, yaitu bahwa hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis).
4)                  Hak cipta (pasal 1 ayat 1) suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hokum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.
5)                  Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 telah dijelaskan pengertian hak cipta. Dari ketentuan tersebut dapat dikemukakan bhawa hak cipta bukanlah suatu hak yang berlakunya secara absolute dan bukan hanaya mengenai hak saja. Namun hak cipta juga berkenaan dengan kewajiban sebagaimana dapat dibaca dalam pasal 1 undang-undang tersebut yang menyatakan bahwa Hak Cipta dibatasi oleh undang-undang.
Selanjutnya terdapat dua hak, yang tercakup dalam hak cipta, yaitu hak eksklusif dan hak ekonomi dan moral.
A. Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah untuk:
·                  Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
·                     Mengimpor dan mengekspor ciptaan,
·                     Menciptakan karya turunan atau derivative atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
·                     Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Adapun yang dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegangn hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau piuhak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengomunikasikan ciptaan kepada public melalui sarana apapun”.
Selain itu, dalam hukum  yang berlaku di Indonesia, diatur pula “hak terkait”. Menurut ketentuan pasal 49-50 Undang-Undang republic Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 dijelaskan bahwa:
a.    Pelaku pemilik hak untuk member izin atau melarang orang lain tanpa persetujuan membuat, memperbanyak, dan menyiarkan rekaman suara dan/gambar pertunjukannya, untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun.
b.   Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk member izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya memperbanyak rekaman suara, untuk jangka waktu 50 (lima puluh) tahun.
c.    Lembaga penyiaran juga memiliki hak khusus, untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (vide bab V)
B.  Hak Ekonomi dan Moral
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak ekonomi merupakan hak eksklusif dari pengarang untuk memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi. Hak ekonomi meliputi hak memperbanyak, khak distribusi, hak pertunjukan, dan hak peragaan. Sedangkan hak moral adalahg hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alas an apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Banyak Negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai persetujuan TRIPs WTO (yang secara internasional juga mensyaratkat penerapan bagian-bagian relevan Konevensi Bern). Secara umum, hak m,oral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atau ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral ini diatur dalam p[asal 24-26 Undang-Undang  Hak Cipta.
2.4  Hak Cipta dalam Perspektif Islam
Islam sebagai agama yang mempunyai pedoman al-Qur’an dan Sunnah telah mengatur atau menjelaskan bagaimana seseorang menghargai hasil cipta atau karya orang lain. Hukum Islam memandang tindakan seseorang yang melanggar hak cipta hanyalah sebatas domain halal atau haram. Halal dalam arti sah untuk dilakukan, sedangkan haram, sebaliknya, dilarang keras untuk dilakukan. Karena itu kepada pelanggarnya dikatakan telah berbuat dosa dan akan mendapat siksa kelak di akhirat.
Di dalam ajaran Islam terdapat larangan mencuri, hukum mencuri telah ditegaskan dalam kitab suci al-Qur’an, QS.al-Maidah, 5:38 yang artinya: “ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”.
Dalam kaitan ini Nabi Muhammad saw sendiri sangat tegas menjatuhkan hukuman kepada siapapun yang terbukti melakukan pencurian, sebagaimana sabdanya: “Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tangannya”. (Riwayat Bukhari).
 Ketegasan aturan mengenai perbuatan “mencuri” ini menunjukkan pengakuan islam mengenai hak milik yang harus dihormati oleh setiap orang. Bagaimanapun hak milik harus dilindungi dan perlu diatur perpindahannya secara adil. Di dalam islam, mencuri bukan hanya dianggap merugikan orang yang dicuri secara individual, namun juga secara social dalam arti luas atau bahkan juga mencederai nilai kemanusiaan itu sendiri. Bahkan secara vertical mencuri itu termasuk mendzalimi Allah swt karena dianggap tidak mematuhi larangan-Nya.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
A. Pengertian hak cipta menurut Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Conventio. Menurut Auteurswet 1912 pasal 1-nya menyebutkan, “Hak cipta adalah hak tunggal dari pada pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.
B.  Dalam pasal 1 ayat 1, telah dijelaskan bahwa, “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
C.  Ada beberapa prinsip dasar hak cipta, yang secara konseptual digunakan sebagai landasan bagi semua Negara, baik yang mengatur Civil Law maupun Common Law untuk  mengatur perlindungan hokum hak cipta. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1)               Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah terwujud dan asli.
2)               Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis).
3)               Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta.
4)            Hak cipta (pasal 1 ayat 1) suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui  hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.
5)                  Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).
D. Di dalam ajaran Islam terdapat larangan mencuri, hukum mencuri telah ditegaskan dalam kitab suci al-Qur’an, QS.al-Maidah, 5:38 yang artinya: “ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”.
3.2  Saran
Selain diperlukan adanya sosialisasi Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Kekayaan
Intelektual,Perlu ditanamkan kesadaran akan menghargai karya, untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi
para pelaku industri.
DAFTAR PUSTAKA
Djakfar,Muhammad,Hukum Bisnis: Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional dengan Syari’ah, :UIN-Malang Press,2009
Wikipedia, Hak Cipta, http://www.google.com
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

 NT: Mohon maaf jika keseluruhan makalah ini dirasa kurang, saya selaku kontributor dengan senang hati menerima saran dan masukan dalam rangka penyempurnaan makalah ini)

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Posting Komentar

Twitter KPS FH-UHO

 
Terima Kasih telah berkunjung ke Blog resmi Komunitas Peradilan Semu Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo • INFORMASI: UNTUK INFORMASI LEBIH LANJUT, DAPAT MENGIRIMKAN EMAIL KE kps_fhuh(at)yahoo.com. -KPS FH UHO-